HOME Back

Use the

Planning a Trip to Japan?

Share your travel photos with us by hashtagging your images with #visitjapanjp

Kawahira Hanataue 川平町花田植え

Tauebayashi Tauebayashi
Tauebayashi Tauebayashi

Festival Pertanian Penuh Warna yang Langka dengan Pertunjukan Musik

Saksikan para musisi berkostum cerah mendampingi saotome atau gadis yang menjadi penanam padi dan memohon kepada para dewa untuk memberkati penanaman padi tahun ini. Nikmati kesempatan menyaksikan upacara tradisional yang dahulu adalah hal lazim namun kini nyaris sirna.

Jangan Lewatkan

  • Parade Pembukaan Acara untuk Mengawali Kemeriahan
  • Makanan Setempat yang Lezat Dijual di Bawah Tenda
  • Lembu Dihias dalam Beraneka Warna

Menuju Lokasi

<style type="text/css"><!--td {border: 1px solid #ccc;}br {mso-data-placement:same-cell;}--> </style> Kawahira ditempuh dalam perjalanan bus atau mobil selama 15 menit dari Stasiun Gotsu di Sanin Line.

Sebuah desa kecil mengelilingi ladang padi, lokasi festival tidak akan terlewat.

Waktu acara

Kawahira Hanataue berlangsung mulai 10.00 hingga 14.00 pada hari Minggu terakhir bulan Mei.

Awal kemeriahan

Sebagaimana di masa lalu, Kawahira tetap merupakan daerah pertanian dan festival ini terutama diselenggarakan untuk masyarakat setempat. Namun demikian, jangan biarkan hal ini menghalangi Anda. Para tamu disambut dengan baik dan dihormati dalam festival ini. Datanglah lebih awal; festival dimulai pada 10.00 dan berakhir pada awal sore hari.

Rangkaian acara

Pertama-tama, sekumpulan lembu hitam tiba dengan dipimpin oleh seorang "lugu" yang mengenakan masker. Lalu beberapa kelompok besar musisi memainkan beragam alat musik tradisional dan para penyanyi tiba. Urutan terakhir adalah atau gadis muda yang mengenakan pakaian beraneka warna dan tradisional.

 

 

Penanaman dimulai

Setelah ritual singkat di mana ranting dan sake suci dipersembahkan pada dewa ladang padi, lembu dibawa mengitari ladang padi.

Acara utama diawali saat barisan panjang gadis yang membentang dari satu sisi ladang hingga ke sisi lainnya, mulai membungkuk untuk menanam bibit padi dan berdiri di sawah hingga kaki mereka terendam lumpur sebatas betis. Membungkuk, menanam, berdiri, mundur, mengulanginya lagi, hingga pada akhirnya seluruh sawah ditanami padi, ditingkahi sorak-sorai dari penabuh tambur dan penyanyi.

 

 



* Informasi di halaman ini dapat berubah sehubungan dengan COVID-19.

Please Choose Your Language

Browse the JNTO site in one of multiple languages